Mapena News - Mungkin banyak diantara konsumen yang hidup di Indonesia tidak terlalu khawatir dalam mendapatkan daging Halal. Sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Namun jangan salah, berdasarkan penelitian banyak terjadi kasus kontaminasi daging sapi segar atau olahan dengan daging babi. Hal tersebut dapat terjadi secara sengaja atau tidak. Penjual dapat melakukan dengan sengaja dalam mencampur daging sapi dengan daging babi untuk mendapat keuntungan lebih banyak, mengingat harga daging babi lebih murah. Namun kontaminasi daging babi pada daging sapi segar atau olahan dapat pula terjadi karena ketidaksengajaan. Misalnya adalah produsen bakso sapi yang menggiling dagingnya di tempat umum seperti pasar dan penyedia jasa penggilingan daging. Para konsumen penggilingan daging dapat menggiling daging apa saja di Lokasi tersebut. Akibatnya, daging-daging tersebut dapat saling tercampur saat proses penggilingan, termasuk daging babi. Penelitian Siswara et al., (2022) melaporkan bahwa telah terjadi kontaminasi bakso sapi yang dijual di beberapa wilayah di Jawa Tengah. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian bagi konsumen Muslim. Sayangnya, apabila kontaminasi sudah berupa daging olahan maka akan sulit dikenali secara langsung. Untuk mengetahui kontaminasi dalam jumlah kecil pada suatu produk, dapat dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di laboratorium berbasis DNA.
Namun jangan khawatir, para konsumen dapat melakukan penelusuran daging segar secara kasat mata. Tujuannya untuk memastikan apakan daging yang dibeli benar-benar daging sapi. Sebab, daging babi hutan memiliki warna dan tekstur yang hamper mirip dengan daging sapi. Hal tersebut karena babi hutan berbeda dengan babi ternak. Babi hutan hidup secara liar dihutan dan banyak melakukan pergerakan bebas. Akibatnya, kandungan myoglobin pada daging babi hutan lebih tinggi. Mioglobin adalah protein yang bertanggung jawab untuk mengangkut oksigen dalam otot dan memberi warna merah pada daging. Semakin banyak mioglobin, semakin merah daging tersebut. Daging babi hutan cenderung lebih gelap dan memiliki kandungan mioglobin yang lebih tinggi. Hal ini karena babi hutan lebih aktif secara fisik dan sering berlari, yang membutuhkan lebih banyak oksigen untuk otot-otot mereka. Kandungan mioglobin yang lebih tinggi juga bisa berkontribusi pada rasa yang lebih mendalam. Daging babi hutan biasanya memiliki rasa yang lebih kaya dan tekstur yang lebih kenyal dibandingkan dengan daging babi ternak.
Akibat kedua daging (sapi dan babi hutan) memiliki kemiripan yang cukup tinggi baik dari segi warna dan tekstur. Maka satu hal yang sangat penting adalah melihat pola pori-pori pada kulit. Kulit babi ternak maupun babi hutan memiliki pola pori-pori kulit yang membentuk segitiga. Hal tersebut sudah pasti dan tidka mungkin berupah. Apabila menemukan daging bagian kulitnya membentuk pola pori-pori segitiga, sudah dipastikan daging tersebut masuk golongan babi.
Sumber: Siswara HN, Erwanto Y and Suryanto E (2022) Study of Meat Species Adulteration in Indonesian Commercial Beef Meatballs Related to Halal Law Implementation. Front. Sustain. Food Syst. 6:882031. doi: 10.3389/fsufs.2022.882031