Musim kemarau panjang, petani bawang merah untung (?)

Mapena News - Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan tanaman sayuran semusim yang berasal dari family Liliaceae dan sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Usaha tani bawang merah baik ditanam pada off season maupun in season secara ekonomi layak untuk diusahakan. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan, bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat-obatan untuk penyakit tertentu. Banyaknya kegunaan bawang merah dalam kehidupan manusia menyebabkan permintaan bawang merah semakin meningkat. Budi daya bawang merah pada musim kemarau memiliki kelebihan yaitu menjadikan umbi lebih besar karena bawang merah membutuhkan penyinaran cahaya matahari minimal penyinaran sebanyak 70% dalam hidupnya, serta menjadikan umbi lebih cepat kering dalam penjemuaran. Namun, kekurangan budi daya bawang merah di musim kemarau adalah meningkatnya serangan hama ulat penggorok daun dan thrips. Peningkatan populasi ulat penggorok daun pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan pada musim penghujan karena suhu udara lebih hangat yang menjadikan kondisi lingkungan sesuai untuk hama tersebut hidup. Selain itu, musim kemarau yang berkepanjangan cenderung meningkatkan hama thrips. Thrips merupakan vector dari berbagai macam penyakit misalnya Iris yellow spot virus dan Alternaria porri. Populasi thrips dapat dikurangi dengan penyiraman air menggunakan gembor, namun pada musim kemarau petani kesulitan melakukan penyiraman karena air yang defisit. Pengendalian thrips juga dapat dilakukan dengan insektisida nabati dari bawang putih yang dihaluskan, pembuatan perangkap warna, pemanfaatan predator misalnya lady bug, penggunaan parasit misalnya Beauvaria bassiana, dan langkah terakhir menggunakan insektisida kimia.

Di Indonesia, berdasarkan data yang dihimpun dari BPS (2024), tercatat bahwa produksi bawang merah mengalami tren meningkat dari tahun 2013-2021, kecuali produksi pada tahun 2015 yang mengalami penurunan sebesar 0,39% dari tahun 2014. Produksi bawang merah berturut-turut dari tahun 2013-2023 adalah (1,010jt ton; 1,233jt ton; 1,229jt ton; 1,446jt ton; 1,470jt ton; 1,503jt ton; 1,580jt ton; 1,815 jt ton; dan 2,004jt ton). Penurunan produksi bawang merah pada tahun 2015, salah satunya dimungkinkan karena terjadi fenomena El Nino. Hal ini didukung oleh Athoillah et al. (2017), yang menyatakan bahwa pada tahun 2015 telah terjadi fenomena anomali El Nino yang menyebabkan penurunan curah hujan di Indonesia. Penurunan curah hujan dapat meningkatkan kondisi kering yang mempengaruhi keberhasilan budi daya tanaman. Selain meningkatkan serangan hama, budi daya pada musim kemarau dapat menekan pertumbuhan akar yang berpengaruh pada penurunan serapan air dan hara tanaman (Swasono, 2012). Menurut penelitian Indarwati et al. (2021), aplikasi kombinasi pupuk biosilika dan asam salisilat pada kondisi kekeringan dapat meningkatkan indeks panen bawang merah dibandingkan tanpa aplikasi pupuk biosilika dan asam salisilat. Hal ini akibat dari meningkatnya efisiensi penggunaan air dan pengurangan transpirasi tanaman akibat penurunan kerapatan stomata dan penebalan pada kutikula daun. Teknologi budi daya ini, menjadi salah satu pilihan bagi petani jika ingin menanam tanaman bawang merah pada musim kemarau, dimana selain dengan pengolahan tanah yang baik dan manajemen OPT yang ramah lingkungan, penggunaan aplikasi tambahan dengan biosilika dan asam salisilat perlu dipertimbangkan.

Penulis: Lisa Dwifani Indarwati, S.P., M.Sc.

Referensi: Athoillah, I., R. M. Sibarani, & D. E. Doloksaribu. 2017. Analisis Spaisal El Nino Kuat Tahun 2015 dan La Nina Lemah Tahun 2016 (Pengaruhnya terhadap kelembaban, Angin dan Curah Hujan di Indonesia). Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. 18 (1):33-41.

Indarwati, L. D., E. Sulistyaningsih, and B. Kurniasih. 2021. Impact of Salicylic Acid and Biosilica Application on Plant Growth of Shallot under Water Deficit. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 883 012049.

Swasono, F. D. H. 2010. Karakteristik Fisiologi Toleransi Tanaman Bawang Merah terhadap Cekaman Kekeringan di Tanah Pasir Pantai. Jurnal AgriSains. 3 (4):88-103.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *