Mapena News - Mendengar kata Sagu tentu menggiring opini kita pada tanaman dari family palmae yang banyak tumbuh di wilayah Indonesia bagian timur. Sagu merupakan salah satu komoditas non beras yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Dalam catatan sejarah sagu berasal dari daerah Sentani dan telah lama menjadi makanan pokok bagi masyarakat Maluku dan Papua. Namun siapa sangka tanaman yang tumbuh baik hutan rawa ini juga dapat di temui di Kabupaten Tuban. Hutan sagu berada di Desa Tahulu Kecamatan Merakurak dengan luasan lebih dari 10 Ha dan sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Pemanfaatan sagu sebagai makanan pokok ternyata belum seperti di daerah asalnya, masyarakat sekitar umumnya memanfaatkan tepung sagu sebagai bahan makanan tepung sagu bisa dibuat menjadi gaplek, bubur sagu, cendol dan gandos. Menyadari besarnya potensi keberadaan hutan sagu ini menggugah semangat kelompok sadar wisata (pokdarwis) untuk mengembangkan tanaman sagu tak hanya dari sektor budidaya dan penanganan pasca panennya, tetapi juga dengan pengembangan pariwisata sebagai sarana edukasi potensi tanaman sagu bagi masyarakat luas.
Sebagai penunjang mata kuliah agribisnis tanaman dan hortikultura, program studi agribisnis Politeknik Pertanian dan Peternakan Mapena Tuban melakukan kegiatan praktikum lapang terkait edukasi tanaman sagu di Wisata Pelang, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban. Kegiatan diawali dengan mengenal tanaman sagu mulai dari morfologi, teknik budidaya, pemanenan sagu, dilanjutkan dengan penanganan pasca panen dan mengolah tepung sagu menjadi bubur. Tak hanya memanfaatkan tepung sagu, mahasiswa juga belajar memanfaatkan beberapa bagian tanaman sagu lainnya seperti daun sagu yang dimanfaatkan menjadi atap dan pelepah sagu yang dianyam menjadi tikar.
Diskusi bersama tentang pengembangan tanaman sagu di Kabupaten Tuban guna membuka wawasan mahasiswa sebagai upaya diversifikasi pangan sumber karbohidrat alternatif. Hingga dapat disimpulkan bahwa tanaman sagu dapat dikembangkan dengan baik di Kabupaten Tuban hanya saja masih butuh pendampingan dalam pengembangannya dan sosialisai kepada masyarakat agar lebih mengenal tanaman sagu. “yang sulit adalah mengubah mindset masyarakat yang beranggapan belum kenyang kalau belum makan nasi, padahal karbohidrat sagu lebih tinggi dibanding nasi.” Ucap pengelola wisata Pelang.
Penulis
Kristiyoningsih S.P., M.Agr